Saya, supir angkot, dan dia
IrmaKamaruddin | update: 4 Jan 2015 @ 14.22 | 0 comments
sama halnya kayak judulnya, sebenarnya gue nggak tahu mau ngetik apaan. okelah, biarlah cerita ini mengalir apa adanya. ehm ehm ehm ehm.... aha, bagaimana kalau gue ceritain tentang pengalam gue berjumpa si doi (doi ini bukan cem-ceman gue lho, tapi orang stress). supaya terkesan keren saja, mari kita panggil abang berkepala plontos, bermata liar, berkaki tanpa alas dan bertangan agak besar ini dengan sebutan si doi.
mari kita mulai cerita ini :
di hari yang entah gue lupa itu kapan, sore hari ketika gue baru pulang kuliah *cieee yang udah kuliah. seperti di hari-hari sebelumnya, gue harus pulang naik angkot. kasihan memang, beginilah nasib gue yang rutin pergi-pulang kampus-rumah naik angkot. Awalnya sih, hidup gue tentram-tentram saja waktu masih di izinin bawa kendaraan ke kampus. namun, setelah kejadian gue ditabrak sama si tante yang freak itu. akhirnya, gue di larang bawa kendaraan ke kampus lagi. Oh no, disinilah awal persahabat gue dan angkot terukir. *berlebihan memang.
sore itu, perasaan gue biasa-biasa aja, nggak ada rasa pengen buang air besar atau perasaan nggak enak lainnya. lalu, gue dan ke 4 teman gue sesama pengguna angkutan umum berjalan menuju halte di depan fakultas. lama kami menanti, lalu satu persatu dari mereka menghilang menaiki angkot pilihan mereka. tinggal gue seorang, lama berdiri, lalu duduk lagi, sedikit memutari halte, duduk kembali lalu angkot jurusan cendrawih pun tiba. dengan perasaan bahagia gue bergegas naik. seperti biasa, gue langsung meluncur ke pojokan angkot. bukan tanpa alasan gue milih duduk dipojokan paling belakang, rumah gue jauh, jauh banget, diantara teman-teman sekelas cuma gue dan kiki yang rumahnya super jauh, butuh 2 kali naik anggot malah baru bisa nyampe dengan selamat di depan kompleks.
oke, kembali ke topik utama, ritual lain yang pasti nggak pernah ketinggalan kalau gue lagi di atas angkot, TIDUR!! yap, gue beranggapan dari pada tulang sum-sum gue bergeser sekian derajat, saking jauhnya rumah gue dan saking hancurnya jalanan kota tercita ini, gue memilih tidur. bahaya memang. tapi, gue lebih memilih sum-sum belakang gue tetap pada posisinya. beberapa menit tertidur, tiba-tiba si angkot ngerem mendadak, gue dengan keadaan setengah sadar kemudian berdiri, *JEDAR. jelas, kepala gue kejedot atap angkot. *gue lupa kalau lagi di atas angkot. sambil ngelus kepala yang rada sakit, dari kejahuan seonggok lelaki maksud gue seorang lelaki, berjalan menuju angkot yang gue tumpangi. kepalanya plontos, kakinya tak beralaskan apapun, matanya tajam menatap ke segala arah, terlihat jelas di mata gue baju berwarna abu-abu sedikit motif bunga di sudut kirinya menghiasi tubuhnya yang agak kurus, senyum tergores terus di wajahnya, lalu gue tersadar, si doi agak stres. tatap gue tak lepas dari si doi, kemudian doi balik natap. gue rada parno, lalu kembali tidur. angkot gue melanjutkan perjalanan panjangnya kembali. beberapa menit berlalu, gue ngerasa agak risih. lalu gue mencoba membuka mata dan menerawang disekitar. betapa kagetnya gue, ketika melihat tepat di depan gue ada doi yang udah duduk manis sambil nyengir-nyengit sendiri. gue sedikit kaget, bukan sedikit tapi banyak.
disinilah kisah gue dan doi di mulai. Awalnya si doi cuma nyengir-nyengir doang, hingga suatu ketika, penumpang lain naik. seorang ibu dan kedua anak perempuannya yang kembar. si kembar 1 tidur di pangkuan ibunya, si kembar 2 duduk di samping si ibu tepat di sebelah kiri gue. di sinilah si doi mulai bertingkah aneh. karena menyadari si 2 anak ini memiliki wajah yang serupa, si doi mulai menganalisis kedua anak kembar ini, di lihatilah kedua anak itu sambil tertawa lepas, gue yang duduk di depannya cuma bisa monyongin bibir. tak lama kemudian, si doi ketawa keras sekali, kami penumpang lain terkaget-kaget dibuatnya. si kembar 1 yang tadi tidur kemudian terbangun lalu menangis. semakin anehlah si doi, mengetahui si kembar 1 terbangun, si doi memanjangkan tangannya lalu menggapai rambut si kembar 1. ibunya panik, dipukulah tangan si doi. percakapan sengit antara si doi dan ibu pun dimulai :
si ibu : dengan rasa rada takut memukul tangan si doi.
si doi : ahhh *sedikit teriak. lalu merenung dan bertanya. ih kenapa mukanya mirip ??
si ibu : sudah dek. jangan ganggu yah. nanti nangis adiknya.
si doi : berusaha menjamah wajah si kebar 1.
si ibu : parno. lalu kembali memukul tangan si doi.
si doi : lalu ketawa, ih mirip. kenapa bisa itu ?? lalu tertawa, seolah-olah baru pertama kali melihat manusia kembar.
karena si ibu tak meladeni si doi, akhirnya si doi cari mangsa baru. saya, yah, saya tepatnya dijadikan magsa berikut. si doi lihati saya, lalu tangannya ditunjukkan ke anak kembar tadi. seakan-akan dia ingin mendapatkan penjelasan dari saya "kenapa wajah mereka mirip ?". karena nggak gue ladenin, hal hasil. dia bertanya, "kakak kenapa itu mukanya sama ??". gue bengong, masa iya gue harus jawab orang sinting ?? masa iya gue di panggil kaka, hello elu nggak nyadar, elu itu udah tua woi ?. sabar, namanya juga orang kurang beres otaknya. karena tidak mau memperpanjang masalah, gue pura-pura mainin hp *padahal lagi lowbet. hehe. mungkin si doi merasa jenuh, tanya sini- tanya situ dan nggak mebuahkan hasil, akhirnya kebiasaan orang sinting pada umumnya dia keluarkan "bicara sendiri". dari apa yang si doi bilang, gue menyimpulkan. hari ini dia mau pergi beli baju untuk hari natal nanti, karena dia baru saja dapat uang 50 rebu dari bapaknya. tadinya dia bicara sendiri, lalu karena kembali bosan. jadinya, si supir jadi tumbal berikutnya.
"pak antar saya ke senggol, mau beli baju baru ini. bapak ku tadi kasih saya uang." kata doi, sambil memegang kepala si supir *sok akrab memang. "baju apa mau kau beli ??" *timpa pak supir *ikut-ikutan sok akrab. dan gue jadi penonton setia di antara mereka berdua. si doi berfikir lama, panjang lalu "yang itu rafi ahmad pakai, yang banyak bunganya" jawab doi. gue dalam hati berkata : sejak kapan rafi pake baju bunga-bunga. kalau istrinya mungkin iya!!. kemudia cerita mereka semakin lama semakin ngawur, dari bahas baju bunga-bunga sampai bahas kenapa bapak ku cuma kasih saya 50 ribu, tapi adikku di kasih 20 ribu, maunya saya yang 20ribu. dan gue pun semakin menikmati pertunjukan pak supir dan orang stres. lama bercerita, satu persatu penumpang turun, tinggal kami bertiga, pak supir, si doi dan diriku. mencekam sekali suasana waktu itu. kemudian kami duduk saling membelakangi satu-sama lain. tiba-tiba si doi, teriak Ihhh. gue kaget, lalu berbalik, dan bersipa lompat dari angkot kalau si doi mulai mengganas.
"bagus baju ku ??" tanya si doi, entah bertanya kepada siapa. tapi, melihat lirikan mata yang menuju ke gue. mau tak mau saya berfikir dia mulai mengajak gue berbincang. "ah ? kenapa ?" jawab gue, agak ngeri. "baju ku ini, bagus ? bapak ku bilang bagus, bapak ku suruh saya pakai ini kalau natal. tapi saya tidak mau. tidak suka saya warna hijau" kata si doi. gue cuma nga-nga, mencoba memahami kata demi kata yang dia ucapkan. "oh, elu itu lagu curhat atau mau bertanya ??" jawab gue dalam hati. "bagus kok" ucap bibir gue. "Tapi, tidak saya suka". jawabnya kembali. "ya sudah kalau elu nggak suka, itu baju elu copot terus buang aja ke luar jendela" pikir gue. tapi, nggak jadi. "bagus, kok" puji gue kepada sesuatu yang tidak sepantasnya diberikan pujian dan lagipula warna baju yang dia pakai bukan hijau tapi merah. akhirnya gue menyadari, selain stres si doi juga buta warna. tragis memang. merasa kurang puas dengan apa yang dia kenakan, akhirnya baju merah yang ia kenakan yang katanya hijau itu, di gulungnya naik sampai dada. lalu bertanya sama si supir "mari itu gunting". si doi lalu menggapai gunting di dekat pak supir. gue semakin takut, mau berbuat apa dia ??. ternyata gunting itu digunakannya untuk menggunting baju. baju yang masih dia kenakan diguntingnya secara vertikal dari kera depan sampai ujung baju paling bawah. gue dan si supir yang menyaksikan itu cuma bisa geleng-geleng. "tidak suka saya sama baju ini. jelek, kau mau ?" kata si doi dan menawarkan bajunya ke gue. akhirnya gue pura-pura nggak dengar. beberapa menit telah berlalu, tingkah si doi makin di luar akal, dadanya ia pukuli laksana genderang kosidahan sambil bernyanyi pula, kakinya di sentakkan tak beraturan. angkot yang gue tumpangi sebentar lagi melintasi pasar terong, ingat "pasar terong" nama pasar. bukan terong-terongan. si doi lalu minta turun. "pak berhenti di sini saja, tidak jadi di senggol. saya mau beli cakar saja". dengan bahagia si doi turun dengan lompatan indah dari angkot, lalu berlalu begitu saja. satu hal yang si doi lupa, lupa kalau sudah naik angkot itu harus bayar !! tanpa merasa berdosa, ia pergi meninggalkan kami dan melambai kegirangan. gue dan si supir cuma bisa geleng-geleng kesekilan kalinya.
selamat mencari baju cakar teman !! semoga bapak mu tak marah mengetahui kau telah mengunting percuma baju merah mu yang kau kira hijau itu.
satu lagi, belajarlah pada adik mu yang dapat uang 20rb itu, kalau naik angkot itu gratis, tapi turunnya kau harus ingat bayar !!
yang terakhir, kembar itu hal yang lazim, tanyakan itu pada guru biologi adik mu.