(Cerpen) Kenyataan Pahit!!
IrmaKamaruddin | update: 22 Jul 2015 @ 18.19 | 1 comments
Ciat,,,Ciat,,,
Pret,,, Pret,,, Bhuk,,, Bhukk,,,
Si Jali dengan
geram mengayunkan cakar tajamnya tepat menghantam kedua bola mata Castello
hingga tersungkur lunglai menghantam comberan yang terpampang di belakangnya.
Jali dan pemiliknya memasang senyum pongah kepada yanti, seolah memberi isyarat
sebentar lagi sabuk kemenangan milik Castello akan berpindah tangan.
“Castello!! Bangkit !! ” Titah
Yanti, keras.
Tak terduga semangat
dari sang tuan membuat Castello bangkit dari jatuhnya, dengan langkah gontai ia
menghampiri Jali, sesekali kakinya bergetar hebat kemudian, tegak kembali
menahan sakit usai tersungkur tadi. Jali dan Badri tuannya, terheran-heran. Tak
menyangka serangan “Cakar bulu babi
menggenggam dunia ” tak mampu melumpuhkan Castello.
“Di luar dugaan!!” gumam Badri sambil meneguk sebotol teh manis sisa
kemarin sore.
“Castello,..” Yanti melirih cepat, kemudian bersorak keras menyemangati
Castello yang memaksakan diri walau hampir mati diperaduan. Melihat
keadaanya, Castello nampak tak mampu mengalahkan Jali yang sedaritadi belum
cedera. Jali membusungkan dada, seolah siap dengan segala jurus yang nanti akan
Castello keluarkan.
Ciattttttt !!
Brakk,..
Di luar
dugaan, Jali terlempar, ia terseret sejauh 6 meter dari tempatnya berdiri mencumbu
tanah lapangan yang tergenang air akibat guyuran hujan semalam suntuk. Badri
tergemap, mata kecilnya melotot, mulutnya terbuka lebar, “Tidakkkk!! Jali…” Teriaknya kuat sekali, hingga beberapa helai
bulu para ayam petarung rontok. Warga yang menyaksikan hanya terpaku sesekali
menggeleng kepala, beberapa lainnya memunguti bulu ayam mereka dengan rasa tak
percaya.
Semua warga
bertepuk tangan, beberapa terlihat nanar menyaksikan kemenangan si juara
bertahan, riuh semakin menjadi-jadi menghiasi langit sore desa Ciketek. Semua warga
berbahagia atas kemenangan Castello. Begitu pula Yanti, ia terkekeh-kekeh
sambil selirik melihat Jali yang tak sadarkan diri di sudut lain lapangan.
J J L
Ayahnya seorang pedagang ayam potong, sesekali abah Epen
begitu biasanya ia disapa, menghabiskan minggu sore mengadu ayam miliknya di
lapangan desa. Hidup di lingkungan yang gemar mengadu ayam dan lahir dari seorang
pedagang ayam potong, membuat Yanti pun tumbuh menjadi remaja perempuan yang
berbeda dari kebanyakan sebayanya, beberapa temannya semasa kecil sudah pergi meninggalkan
desa menuntun ilmu ke kota-kota besar, hanya ia seorang yang masih betah
berpanas-panasan mengadu Castello, ayam petarung hasil kawin silang antara ayam
Bangkok dan ayam Burma, berbeda dengan ayam petarung lain di kampungya,
Castello adalah satu-satunya yang memiliki darah keturunan ayam Burma, tak
heran jika gaya bertarungnya sangat ofensif.
JLJ
Di pagi hari tepat di depan rumah potong ayam milik ayahnya,
Yanti duduk mengekah sembari mengigit-gigit ujung sebatang ranting pohon
rambutan. Dari kejahuan sosok hitam birat menyekat pandangnya, di balik sorotan
fajar menyingsing sosok itu semakin legam, melangkah mantap menghampirinya dan
Badri muncul dibalik sorotan itu.
“Ku tunggu kau di lapangan, sore nanti.” lirih.
“Sore ini !…” ucap Yanti, mengiyakan.
LJJ
Di bawah senja yang semakin merunduk, Yanti menatap Castello,
penuh harap. “Tidak ada kalah yang berani bersahat dengan kita, Castello.” Kata Yanti sambil melangkah gesit menuju
lapangan.
“Ku Ku ru Yukk, ru
yukk, Ku kuk…” Timpa Castello, bersemangat.
LJJ
Dari pintu gerbang, Yanti menyisir tiap sisi
lapangan, memastikan keberadaan Badri dan Jali. Di ujung lapangan tepat di bawah
pohon durian, sosok legam Badri melambai sedikit berjingkit, memberi sinyal
keberadaannya. Yanti berlari-lari kecil menghampiri. Jarak mereka tidak begitu
dekat, Yanti bertolak pinggang sambil berdiri sekitar 3 meter di hadapan Badri.
Pria itu melangkahkan kaki mendekat namun, Yanti menyela langkah Badri. “Berhenti, Jangan mendekat. Tidak perlu
banyak bicara. Mulai saja pertarungan ini” Umpat Yanti yang sedang
memanggul manja Castello.
“Ada hal penting yang
harus kita ketahui bersama, Yanti”
”Cihh. Diam, tutup
mulut busuk mu itu” Balas Yanti, berdecak keji.
Badri menarik napas dalam-dalam, degup jantungnya menderu-deru,
ia gugup mengungkapkan sebuah kebenaran. Cucuran keringan memenuhi wajahnya, matanya
pun liar memandang ke sana- ke mari.
“Sebenarnya.. Jali
adalahh.. Bapak kandung Castello” sambar Badri, tangkas.
“Apaa.. Tidakk !!” Yanti menggelangsarkan tubuhnya
bersama Castello yang berada di pundak.
“Iya, nak.. Jali itu
bapak kandung Castello. Inilah kenyataannya.” Suara Abah Epen terdengar dari balik bayang-bayang
senja yang mulai membungkus malam .
Yanti bangkit dari nelangsa, ditatapnya Castello dalam-dalam
kemudian, bergumam “Tak ku sangka, Darah
Burma mu mengalir dari seorang Jali” tetes air mata jatuh menghantam tanah
lapangan bersama jatuhnya titik-titik hujan yang menyapu wajah ketiga anak adam
itu.
“Selama ini kau, kita
durhaka pada bapak mu Castello, kita bersalah…..” Yanti terisak-isak
“Sungguh pahit
kenyataan ini!!” Gumamnya
lagi.
Badri menghampiri, saling merangkul hangat pundak Yanti dan
Abah Epen. mereka berjalan berdampingan. Jali dan Castello pun ikut-ikutan saling
merangkul menyusul kedua tuannya.
-Selesai.-
Gimana ?? Sedih banget kan kisahnya ?? Gila, kisah ini gue tulis dengan penuh haru, saking nggak jelas jalan ceritanya.
So, Goodbye di fiksi, Aforisme, Nonfiksi, Puisi, dan tips-tips ngawur lainnya. dah dah dah