Fiksi "Tentang Cinta Titik"
IrmaKamaruddin | update: 14 Jul 2015 @ 23.53 | 0 comments
Tentang Cinta Titik
di ujung
senja aku terpaku menatap nanar lambaian tangannya, air mata yang sudah lama
beku, membatu diam di dalam hati kini hampir jatuh menyapu pipi yang dingin
ini. Mereka menyambut hangat kepergiannya sedangkan, aku di balik sosok vir
yang berbadan tambun hanya menunduk dan sesekali menegakkan wajah sekadar
berpura-pura bahagia, sesekali juga ku tatap wajahnya yang teduh itu, ia
tersenyum kepada kami, lalu melambai lagi, ia pergi dan hilang di antara
manusia lainnya yang berlalu lalang.
“ Dia yang entah siapa gerangan
sebenarnya ?
dia yang entah bagaimana aku
menemukannya dalam keramaian umat manusia ?
dia yang entah dimana akan berlabu ?
dia yang entah sejak kapan menjadi
cinta ?
dan dia yang entah kapan kembali ?“
itu hanya beberapa dari sekian banyak
pertanyaan hati tentangnya, sosok yang sudah lama ku kenal, hanya lelaki biasa
yang lalu tak lama ini ku tebak-tebak telah berevolusi menjadi cinta, dia entah kapan menjadi cinta ? ku rasa
tak banyak waktu ku buang bersamanya, hanya teman seorang teman yang tak punya
banyak keperluan dengan ku, lalu bagaimana bisa aku mencintainya ?
Tak ku sangka ia pergi meninggalkan
kami, terbang bersama burung baja melintasi dinginnya udara malam, melambung
melampaui asa, sungguh keputusan sulit yang tak ku duga ia sanggup memilih
jalan ini, mengejar mimpinya. kini ia berada di tempa berbeda dengan ku, sudut
lain dari bumi. jauh, jauh, jauh sekaliiiii dari mata ini.
Kata Vir, Tak ada ambisinya yang lain
kecuali menjadi programmer di Belanda. Ia juga pernah mengatakannya langsung
padaku….
“Tiada haru bahagia selain bisa
menginjakkan kaki di Negara Bunga tulip itu, Syah” Katanya dari ujung telepon.
“Iya,,” Ku
balas singkat bersamaan ku panjatkan dalam hati, semoga tak ada masa ia ke Negara
yang jauh itu. Bukan karena iri dengan mimpinya tapi, hanya takut ia hilang
dari hari-hari ku.
Kini Tuhan menjamah keinginannya, perbincangan
singkat di telepon 2 bulan lalu itu telah
terkabul di hari senin yang basah ini. Hujannya lebat sekali, sudah 5 hari di
minggu ke 3 di bulan Agustus rinainya tak kunjung usai, bahkan semakin deras
tiap harinya. Hujan tahu, betapa aku sangat berduka dalam hidup ku kali ini dan
aku tak bisa menjatuhkan titik-titik air mata, berat rasanya membiarkan air
mata yang sudah lama tak menghadirkan kesedihannya sejak 3 tahun lalu ketika
ibu melangkah meninggalkan dunia untuk selamanya.
“Rasa-rasanya inilah duka yang paling
teramat sedih, Hujan”
Bahkan tak ku sangka ini lebih perih
daripada kejadian 3 tahun lalu. Cinta !! Ini mungkin yang sedang ku alami,
jatuh cinta. Sepertinya Tuhan mulai bekerja membuka 1 ruang kososng di hati ku.
Hujan merelakan setiap titiknya jatuh menghambur langit, “Ini hujan ku..” Kata ku
pelan, sambil memanjangkan tangan keluar mobil menggapai titik-titik pengganti
air mata ku itu, hujan.
Aneh !! sepangjang perjalanan
meninggalkan bandara, dada ku terasa penuh udara kosong, ingin ku keluarkan
rasanya tapi, susah…susah sekali. Seketika aku lunglai menyandarkan kepala ke
kaca taxi yang sedang membawa ku, Vir, Anyah, dan Dirah menjauhi bandara menuju
perhentian terakhir, rumah.
Rumah, rumah, rumah… ku pandangi
sekeliling rumah, ku amati wajah-wajah para penghuninya. Ayah, Abang, dan adik
perempuan kecil ku. Dulu, cukup hanya dengan menatap wajah ke-3 orang-orang
terkasih itu, aku sudah merasa Tuhan sangat menyayangi ku, mengirim 3 karya
terbaiknya untuk mengisi tiap relung hati. Mereka, sudah cukup bagi ku. Bahkan
dengan sombongnya ketika dulu sering ku panjatkan pada Tuhan.
”Tuhan, 3 keluarga ku ini sudah lebih
dari cukup mengisi tiap kosong yang ku rasa, tak ada lagi tempat kosong untuk
orang lain bagi ku. Jangan biarkan aku membuka ruang baru Tuhan, tutuplah
rapat-rapat hati ini. Tak boleh ada cinta yang masuk, jangan ada celah Tuhan.
Mereka sudah lebih dari cukup”
Dulu, aku pernah menyukai seorang
pandai puisi di kelas ketika SMA, sangat suka. Aku juga pernah tergila-gila
pada sosok kakak seorang temanku, sampai terbawa mimpi. Dan masih banyak suka
yang lainnya kurasakan. Tapi, suka yang ini berbeda, sangant melelahkan.
“Ini cinta sepertinya!!” gumamku pelan
di meja makan.
Biankan, adik bungsu ku menatapa
tajam, mengerutkan dahinya… sepertinya tubuh kecilnya menyadari ada yang
berbeda dari kakaknya yang satu ini tapi, tak berani ia ungkapkan. Hanya ku
balas senyum tipis lalu, berlalu menuju kamar. Gundah ku tak berhenti malam itu
ketika di meja makan, sudah 2 bulan berlalu dan aku tetap gundah. Malah tambah
gundah,,
“Oktober ini sangat panas, Matahari
membiarkan hangatnya menyengat tiap rusuk-rusuk tapi, tak sepanas sayatan hati
ketika ditinggal pergi sang yang di cinta.” Aku Tersenyum lebar, menelusuk tiap
kata-kata konyol itu.
Dari sudut kursi kerjaku, terlihat
badan tambun Vir menghampiri. Ia berlari gesit seolah ada yang tak kalah
penting dari beritanya kali ini…“Syahhhh…….” Teriak Vir tepat di depan wajah ku yang
lelah ini. Proyek kantor yang menuntut membuat desain hotel berbintang lima
benar-benar memakan banyak waktu.
“Tebak.. ayo tebak. Minggu depan Ken
balik ke Indonesia…” Lanjut Vir dengan suara serak khas miliknya itu.
Ku balas hanya dengan senyum tipis
saja lalu, ku lanjutkan pekerjaan yang masih menumpuk di atas meja. Vir melirih
sebentar lalu, beranjak pergi meninggalkan meja kerja ku.
Tak satu pun hati yang tahu bahkan
vir sahabat karib ku sejak SMP, tentang cinta itu tentang aku, tentang
keabstrakan yang tak satu pun mahluk mampu memahami maknanya, abstarkanya seni
tak lebih abstrak dari cinta bahkan keindahannya pun tak melampaui keindahan
cinta, sakitnya juga,.. tak ada sakit se sakit cinta. Bahkan ketika aku diberi
waktu merasakan besi panas yang menembus jantung, mungkin tak sebanding
sakitnya. Inilah mengapa, tak pernah ku biarkan satu nyawa pun tahu tentang
cinta yang ku rasa. Keluarga ku ? sahabat ku ? tidak keduanya.. tak satu pun
berhak memahami likunya labirin cinta ini, cukup aku dan Tuhan. Rumit dan
terkesan hiperbola, jujur saja inilah apaadanya… serumit inilah ke-apaada-annya
sebuah cinta.
Man, Ini dia fiksi tentang cinta yang gue beri judul “Tentang Cinta Titik”. Inilah karya amatir gue hasil menjawab tantang dari abang kece (baca : kecoak). Tadinya gue mau bikin sekedar cerpen aja tapi, pas ngetik kata demi kata, sepertinya gue sudah menghabiskan 2 lembar Microsoft Word hanya untuk prolog dari fiksi ini. Hal hasil, rencananaya gue bakal bikin per episode gitu…. Soalnya ceritanya masih gantung dan gue sudah kehabisan kata, sudah malam pula. Tunggu episode 2nya yah…..